CIFOR–ICRAF publishes over 750 publications every year on agroforestry, forests and climate change, landscape restoration, rights, forest policy and much more – in multiple languages.

CIFOR–ICRAF addresses local challenges and opportunities while providing solutions to global problems for forests, landscapes, people and the planet.

We deliver actionable evidence and solutions to transform how land is used and how food is produced: conserving and restoring ecosystems, responding to the global climate, malnutrition, biodiversity and desertification crises. In short, improving people’s lives.

Tata kelola keuangan dan dana reboisasi selama periode Soeharto dan pasca Soeharto, 1989-2009: suatu analisis ekonomi politik tentang pembelajaran untuk REDD+

Export citation

Kajian ini menganalisis pengalaman Indonesia dalam mengelola Dana Reboisasi (DR) dan meneliti sejumlah implikasinya bagi REDD+. Dana Reboisasi yang dibentuk pada tahun 1989 merupakan pendanaan hutan nasional yang dibayarkan oleh setiap pemegang Hak Pengusahaan Hutan berdasarkan volume kayu yang ditebang. Selama lebih dari 20 tahun, DR yang telah diterima mencapai sekitar US$ 5,8 miliar, dan merupakan sumber pemasukan pemerintah yang terbesar dari sektor kehutanan komersial Indonesia. Selama pemerintahan Soeharto, Kementerian Kehutanan telah mengalokasikan hibah berupa uang tunai dan pinjaman tanpa bunga senilai lebih dari US$ 1,0 miliar dari DR untuk mendukung pembangunan Hutan Tanaman Industri. Dengan berbagai bentuk kecurangan dan penyelewengan, para penerima subsidi ini melambungkan biaya dan melebih-lebihkan luas hutan yang telah mereka tanami. Hal ini mengakibatkan rendahnya pencapaian target program pengembangan HTI. Selain itu Kementerian Kehutanan juga mencairkan dana sebesar US$ 600 juta untuk membiayai berbagai proyek yang bersifat politis tetapi tidak terkait sama sekali dengan reboisasi dan rehabilitasi hutan. Hasil audit keuangan yang dilakukan oleh Ernst & Young pada tahun 1999 mendokumentasikan miliaran dolar kerugian negara dan mengindikasikan adanya kesalahan pengelolaan keuangan yang mendasar. Sejak tahun 1998, pemerintahan setelah Soeharto telah mengambil berbagai langkah perbaikan untuk meningkatkan tata kelola keuangan negara. Beberapa tindakan yang penting adalah memindahkan pengelolaan DR ke Kementerian Keuangan; memperkuat kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan untuk memantau aset keuangan milik publik; serta membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pengadilan Tipikor yang telah berhasil mengadili sejumlah pejabat senior pemerintah yang terlibat korupsi. Namun berbagai masalah yang terkait dengan pengelolaan DR masih terus berlangsung dan implikasinya sangat penting bagi program penerimaan dana REDD+ di masa mendatang. Kajian ini menyoroti bagaimana sejumlah strategi nasional untuk mengelola DR dan aliran penerimaan dari REDD+ harus mengakomodir hal-hal sebagai berikut: Meningkatkan kemampuan untuk mengelola keuangan dan administrasi penerimaan; Mengatasi berbagai bentuk korupsi, penyelewengan dan kehilangan sejumlah aset negara; Memantau, melaporkan dan memverifikasi transaksi keuangan; Menghilangkan insentif yang tidak selaras dan merugikan; Memastikan adanya akuntabilitas dan menghilangkan moral hazard; dan Mendistribusikan keuntungan secara berkeadilan.
Download:

DOI:
https://doi.org/10.17528/cifor/003414
Altmetric score:
Dimensions Citation Count:

Related publications