Alih guna lahan hutan menjadi lahan pertanian dapat mempercepat proses dekomposisi seresah terutama di daerah tropik yang mempunyai ciri curah hujan dan suhu tinggi. Perbedaan kecepatan dekomposisi seresah tersebut diduga disebabkan oleh berkurangnya jumlah dan jenis pohon yang ditanam sehingga jumlah sinar matahari yang mencapai permukaan tanah semakin tinggi. Hal ini menyebabkan hilangnya kandungan air Seresah akibat penguapan makin tinggi pula, sehingga cepat terdekomposisi. Selain itu kondisi tersebut juga menyebabkan perubahan jumlah dan kualitas masukan bahan organik (seresah). Hasil pengukuran Ber1ian et al, (2002), menunjukkan berat kering seresah yang ada di atas permukaan tanah setelah alih guna lahan hutan mengalami penurunan 33%. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi iklim mikro tanah. Iklim mikro tanah mempengaruhi kehidupan organisme tanah yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat dekomposisi seresah. Komposisi seresah (bahan organik ) yang ada di atas permukaan tanah tersebut bermacam-macam jenisnya, yaitu berupa seresah segar, setengah terlapuk, dan terlapuk yang mempunyai kecepatan dekomposisi berbeda- beda. Dengan demikian lamanya penutupan pennukaan tanah dipengaruhi oleh macam seresah yang ada. Banyak penelitian kecepatan dekomposisi seresah telah dilakukan pada berbagai sistem penggunaan lahan, teroatas pads jenis seresah segar atau seresah hasil pangkasan yang dilakukan pada lahan datar. Pengukuran kecepatan dekomposisi seresah pada lahan berlereng masih belum banyak dilakukan, padahal penutupan tanah sangat dibutuhkan untuk mengurangi limpasan permukaan. Untuk itu pengukuran kecepatan dekomposisi seresah pada lahan berlereng masih sangat diperlukan. Tujuan penelitian adalah mengukur kecepatan dekomposisi pada berbagai ukuran seresah pada lahan hutan dan lahan agroforestri berbasis kopi pada berbagai kemiringan lahan dan mencari hubungan dengan faktor pendukungnya. Hipotesa yang diajukan dekomposisi pada lahan hutan alami !ebih !ambat daripada lahan kopi monokultur, 2) seresah ukuran kasar lebih lambat terdekomposisi daripada seresah ukuran halus, 3) faktor eksternal lebih mempengaruhi kecepatan dekomposisi dibandingkan faktor internal. Penelitian dilaksanakan di dusun Bodong, kecamatan Sumbeljaya, Lampung Barat. Penelitian di lapangan dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2003. Analisa contoh seresah di laboratonum pada bulan Desember 2003. Alat dan Bahan: kantong seresah, penakar curah hujan sederhana, termometer, tetaprobe, ring, timbangan plastik, dan meteran. Paramater yang diukur adalah kecepatan dekomposisi, curah hujan, suhu udara, suhu tanah, kadar air tanah dan kualitas seresah (N, rasio C/N, lignin dan polifenol). Kecepatan dekomposisi dihitung dengan mengkalibrasi berat kering seresah. Rumus yang digunakan sebagai berikut: % terdekomposisi = BKO(t0)- BKO(t)/BKO(t0)*100, dimana BKO(t0) = berat sub-contoh seresah kering oven pada minggu t (g), t=waktu (minggu). Perhitungan konstanta dekomposisi (kD) menggunakan persamaan eksponensial (Weider et al.,1982) sebagai berikut : W(t)=Wo exp-kt, dimana : W(t)=jumlah bahan organik yang tersisa pada waktu t (%), Wo =jumlah bahan organik awal (%), exp= bilangan eksponensial (2.718), t= waktu. Pengukuran kecepatan dekomposisi ini dilakulkan pada berbagai sistem penggunaan lahan dan kemiringan lahan, dengan menggunakan berbagai ukuran bahan organik sebagai variabel bebas, dan variabel tidak bebas adalah kecepatan dekomposisi. Pengukuran diulang 3 kali pada lahan petani yang berbeda dan dilakukan dengan interval waktu 0, 1,2,4,8,16,32, dan 64 minggu. Agar data yang dihasilkan valid pengukuran setiap plot dHakukan 2 kali. Analisa statistik menggunakan SPSS 10 (uji duncan), genstat release 5 (Anova), serta microsoft excel. Hasil penelitian menunjukkan kecepatan dekomposisi seresah dipengaruhi oleh sistem penggunaan lahan dan ukuran seresah, sedangkan kemiringan lahan tidak berpengaruh nyata. Kecepatan dekomposisi seresah tertinggi dijumpai pada lahan kopi monokultur saebesar 24% selama 16 minggu dan terendah pada hutan alami sebesar 12% selama 16 minggu. Konstanta kecepatan dekomposisi kopi monokultur, kopi naungan, kopi campuran, dan hutan alami masing-masing sebesar 0.0176, 0.0143, 0.0131, dan 0.0068. Sedangkan umur paruhnya berturut-turut sebesar 39, 48, 53, dan 101 minggu. Kecepatan dekomposisi seresah kasar lebih tinggi dibandingkan seresah halus. Kecepatan dekomposisi seresah kasar sebesar 15% selama 15 minggu, sedangkan kecepatan dekomposisi seresah halus hanya sebesar 7 % selama 15 minggu. Hal ini disebabkan sereah halus banyak ditempeli tanah, sehingga organisme tanah kesuJitan mendekomposisikannya serta kandungan C/N rasio dan polifenol yang rendah pada seresah halus dibandingkan seresah kasar menyebabkan sedikit bahan organik yang dapat dimakan organisme tanah. Kondisi pendukung yang paling mempengaruhi kecepatan dekomposisi adalah lingkungan untuk faktor eksternal, yang meliputi suhu udara (r=O.199*) dan suhu tanah (r=0.183*) serta faktor internal yaitu kualitas seresah yang meliputi rasio CIN (r=-O.128*) dan polifenol (r=-0.293**),ditunjukkan dengan koefisien korelasi yang berbeda nyata. Kondisi iklim mikro yang tinggi pada lahan kopi monokultur dab kualitas seresah tinggi (kandung n tinggi. rasio CIN rendah) menyebabkan kecepatan dekomposisi lebih cepat dibandingkan sistem hutan alami
Publication year
2004
Authors
Sulistyani H
Language
Indonesian
Geographic
Indonesia