CIFOR–ICRAF publishes over 750 publications every year on agroforestry, forests and climate change, landscape restoration, rights, forest policy and much more – in multiple languages.

CIFOR–ICRAF addresses local challenges and opportunities while providing solutions to global problems for forests, landscapes, people and the planet.

We deliver actionable evidence and solutions to transform how land is used and how food is produced: conserving and restoring ecosystems, responding to the global climate, malnutrition, biodiversity and desertification crises. In short, improving people’s lives.

Studi distribusi akar beberapa pohon dalam sistem agroforestri: Estimasi peran akar sebagai jaring penyelamat hara

Export citation

Pada umumnya, tingkat pencucian hara pada ultisol di daerah Lampung Utara sangat tinggi karena dangkalnya sistem perakaran. Faktor pembatas sebaran akar di lapisan bawah pada daerah tersebut antara lain: (1) konsentrasi AI tinggi, (2) ketersediaan P yang rendah, dan (3) bobot isi tanah yang tinggi. Upaya meningkatkan efisiensi serapan N oleh tanaman pada sistem agroforestri dapat dilakukan dengan meningkatkan 'jaring penyelamat hara' melalui penanaman pohon yang berperakaran dalam. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengukur distribusi perakaran pohon dalam sistem agroforestri dan 2) mengestimasi peran akar pohon sebagai jaling penyelamat hara. Hipotesa penelitian ini adalah pohon yang berperakaran intensif dan dalam, lebih mampu mengurangi pencucian N dibandingkan dengan pohon yang berperakaran dangkal dan intensif di bagian atas. Penelitian ini dilaksanakan bulan Febuari 2003 -Juni 2003, di Desa Karang Sakti, Kecamatan Muara Sungkai, Kabupaten lampung Utara. Pengukuran akar dilakukan pada pohon yang telah berumur 5 tahun milik petani dengan sistem pola tanam tumpangsari: (1) Mahoni+ubikayu, (2) sengon + ubikayu, (3) karet + ubikayu, (4) kelapa sawit + ubikayu, dibandingkan dengan sistem pola tanam monokultur yaitu: (5) karet, (6) kelapa sawit, dan (7) ubikayu. Beberapa variabel yang diukur adalah: kedalaman dan distribusi akar, total panjang akar (Lrv, cm cm-3) dan total berat kering akar (Drv, mg cm-3). Peran akar pohon sebagai jaring penyelamat hara dan diestimasi dengan menggunakan alat bantu model simulasi WaNuLCAS (Water, Nutrient and Light Capture in Agroforestry Sistem). Perakaran pohon di Lampung Utara cenderung menyebar pada lapisan tanah atas, semakin dalam akar pohon semakin halus dan mencapai kedalaman 120 cm. Sedangkan ubikayu memiliki perakaran yang dangkal, hanya berada pada lapisan tanah alas pada kedalaman 0-25 cm saja. Distribusi akar pohon yang diteliti menurun seiring dengan meningkatnya kedalaman tanah kecuali sengon. Pada kedalaman 0-80 cm kelapa sawit memiliki nilai Lrv dan Drv rata-rata tertinggi (0.196 cm cm-3 dan 0.289 mg cm-3), diikuti karet (0.120 cm cm-3 dan 0.107 mg cm-3), mahoni (0.066 cm cm-3 dan 0.109 mg cm-3) , dan sengon (0.042 cm mg cm-3 dan 0.107 mg cm-3). Sedangkan pada lapisan tanah bawah >80 cm, Lrv dan Drv kelapa sawit menurun sebesar 82% dan 81 % dari besarnya Lrv di lapisan atas, karet menurun sebesar 87% dan 93%, mahoni menurun sebesar 79% dan 85 %; namun Lrv sengon justru meningkat Sebesar 38% dan Drv menurun 31%. Hasil simulasi WaNuLCAS menunjukkan bahwa sistem agroforestri lebih efektif dalam menyelamatkan hara N yang tercuci di lapisan bawah daripada sistem ubikayu monokultur. Tumpangsari kelapa sawit + ubikayu mampu menurunkan pencucian N paling tinggi, yaitu sebesar 49% dari jumlah N tercuci pada sistem monokultur. Sedangkan tumpangsari mahoni + ubikayu, karet + ubikayu, dan sengon + ubikayu hanya mampu menekan pencucian N masing-masing sebesar 30%, 29% dan 27%. Namun, bila ditinjau dari efisiensi jaring penyelamat hara (nisbah N yang diserap: N yang hilang) ternyata peran kelapa sawit relatif sama dengan mahoni dan sengon yaitu sekitar 75 %. Karet memiliki efisiensi menjaring hara terendah (71 %) diantara pohon lainnya, pada sistem ubi kayu monokultur hanya 39%. Rendahnya efisiensi jaring penyelamat hara dibanding dengan tingginya Lrv p ada kelapa sawit disebabkan oleh rendahnya serapan N pohon tersebut. Jadi, peningkatan efisiensi serapan N di daerah Lampung Utara dapat dilakukan dengan menanam pohon tidak hanya yang berperakaran dalam tetapi juga menyerap N dalam jumlah cukup. Seberapa banyak N yang harus diserap dari dalam tanah agar tingkat pencucian dapat ditekan tidak menyebabkan kompetisi serapan N dengan tanaman ubikayu, masih diperlukan penelitian penelitlan lebih lanjut
    Publication year

    2004

    Authors

    Milda H

    Language

    Indonesian

    Geographic

    Indonesia

Related publications