CIFOR–ICRAF publishes over 750 publications every year on agroforestry, forests and climate change, landscape restoration, rights, forest policy and much more – in multiple languages.

CIFOR–ICRAF addresses local challenges and opportunities while providing solutions to global problems for forests, landscapes, people and the planet.

We deliver actionable evidence and solutions to transform how land is used and how food is produced: conserving and restoring ecosystems, responding to the global climate, malnutrition, biodiversity and desertification crises. In short, improving people’s lives.

Pilihan teknologi agroforestri/konservasi tanah untuk areal pertanian berbasis kopi di SumberJaya, Lampung Barat

Export citation

Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi areal pertanian, perumahan dan industri merupakan kenyataan yang terjadi sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk Sumberjaya, misalnya, areal penanaman kopi meluas dan sebaliknya areal hutan menciut secara cepat. Persepsi umum tentang perubahan penggunaan lahan yang berkembang dewasa ini adalah bahwa apabila hutan dialih-fungsikan menjadi perkebunan (termasuk perkebunan kopi) atau lahan pertanian lainnya, fungsi hutan dalam mengatur tata air dan mengontrol erosi akan menurun drastis sehingga beda debit air puncak dan debit dasar akan melebar dan erosi akan berlipat ganda. Dengan demikian kawasan hutan yang sudah beralih menjadi lahan perkebunan atau yang sudah berubah fungsi menjadi kawasan produksi perlu dihutankan kembali. Dalam rangka mengembalikan fungsi hutan, maka pada awal tahun 1980-an pemerintah melancarkan program penghutanan kembali kebun kopi di kawasan hutan lindung yang telah digunakan untuk perkebunan kopi semenjak tahun 1950- an. Penghutanan kembali dilakukan dengan jalan mencabuti kopi dengan bantuan tentara bergajah dan menggantinya dengan Kaliandra (Calliandra calothirsus) serta memindahkan penduduk yang bermukim di dalam kawasan hutan di Sumberjaya, Lampung. Dalam waktu singkat, Kaliandra mampu menutupi lahan dengan rapat, namun petani kopi kehilangan mata pencaharian dari tanaman kopinya. Setelah pergantian pemerintahan dari pemerintahan Orde Baru pada tahun 1997, petani yang dipindahkan menuntut kembali wilayah hutan yang dulu mereka gunakan dengan jalan menebas, mencabut dan membakar Kaliandra. Mereka menanam kembali dan/atau memelihara bekas tunggul kopi yang masih aktif. Dengan perasaan lebih bebas dengan suatu semboyan yang disebut dengan reformasi, perluasan kebun kopi berlanjut ke hutan yang berlereng lebih curam (kadang-kadang mencapai kelerengan 100%).

Related publications