CIFOR–ICRAF publishes over 750 publications every year on agroforestry, forests and climate change, landscape restoration, rights, forest policy and much more – in multiple languages.

CIFOR–ICRAF addresses local challenges and opportunities while providing solutions to global problems for forests, landscapes, people and the planet.

We deliver actionable evidence and solutions to transform how land is used and how food is produced: conserving and restoring ecosystems, responding to the global climate, malnutrition, biodiversity and desertification crises. In short, improving people’s lives.

Perbaikan metode dalam pemantauan karbon tersimpan berbasis masyarakat: pembelajaran dari Batu Majang, Mahakam Hulu, Kalimantan Timur

Export citation

Mekanisme penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD+) telah diperkenalkan oleh Kerangka kerja Konvensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menangani isu-isu mengenai perubahan iklim yang melibatkan berbagai kegiatan, antara lain: penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi, mempertahankan karbon tersimpan di hutan, meningkatkan karbon tersimpan di hutan, pengelolaan hutan lestari dan melestarikan keanekaragaman hayati (Brofeldt et al. 2014). Masyarakat lokal yang tinggal di sekitar hutan, berinteraksi secara langsung dengan hutan, mengetahui secara pasti kondisi hutan dan mendapatkan manfaat dari hutan merupakan pihak yang potensial dalam mendukung kegiatan penurunan emisi. Batu Majang adalah sebuah desa yang berada di dalam wilayah perusahaan pengelolaan hasil hutan kayu di Kabupaten Mahakam Hulu, Kalimantan Timur. Desa ini mengajukan pengelolaan kawasan hutan adat seluas sekitar 500 hektar untuk dikonservasi karena memiliki fungsi penting sebagai penyedia sumber air, sumber kayu bangunan untuk keperluan umum seperti membangun rumah adat, gereja dan jembatan, sumber bahan obat-obatan dan pengendali erosi serta longsor. Dalam kaitannya dengan isu penurunan emisi, hutan adat ini dapat berperan dalam mempertahankan karbon tersimpan dan tempat pelestarian keanekaragaman hayati kayu bernilai ekonomi tinggi dari jenis-jenis meranti serta berbagai jenis satwa, salah satunya adalah burung rangkong yang menjadi simbol budaya Kalimantan.

Related publications