CIFOR–ICRAF publishes over 750 publications every year on agroforestry, forests and climate change, landscape restoration, rights, forest policy and much more – in multiple languages.

CIFOR–ICRAF addresses local challenges and opportunities while providing solutions to global problems for forests, landscapes, people and the planet.

We deliver actionable evidence and solutions to transform how land is used and how food is produced: conserving and restoring ecosystems, responding to the global climate, malnutrition, biodiversity and desertification crises. In short, improving people’s lives.

Meningkatkan Produktivitas Karet Rakyat melalui Sistem Wanatani.

Export citation

Peran sub-sektor perkebunan sangat besar bagi perekonomian Kabupaten Bungo maupun Propinsi Jambi. Karet adalah salah satu komoditas perkebunan andalan bagi kabupaten ini, serta berperan besar sebagai sumber pendapatan daerah dan juga sumber mata pencaharian bagi sebagian besar penduduknya. Perkebunan karet rakyat sangat dominan dengan luas 73.121 ha dan jumlah produksi 2.214 ton/ tahun (BPS Bungo, 2003). Karena itu pemerintah Kabupaten telah memberikan perhatian sangat besar terhadap pembangunan karet rakyat. Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Bungo umumnya masih menyerupai ’hutan karet’, dengan produktivitas di bawah 600 kg/ha/tahun. Meski menjadi komoditas unggulan, produktivitas karet rakyat ini masih tergolong rendah. Penyebabnya adalah mutu bibit tanaman yang rendah. Sumber bibit biasanya berupa bibit cabutan atau biji sapuan dengan tingkat pemeliharaan yang sangat minim. Secara tradisi, pembangunan kebun karet rakyat didasari dengan pola tebang-tebas-bakar yang dilanjutkan dengan pemanfaatan lahan untuk peladangan selama dua-tiga tahun pertama (penanaman tumpangsari tanaman pangan dengan tanaman karet). Penurunan produktivitas tanaman pangan menyebabkan petani meninggalkan kebun karet mudanya tanpa pemeliharaan dan kembali lagi pada saat karet siap sadap. Sistem di atas, tidak dapat memberikan pendapatan yang optimal bagi petani. Namun demikian, para ahli ekologi menemukan berbagai aspek positif dari wanatani karet rakyat itu, terutama berkaitan dengan tingginya tingkat keragaman hayati yang mendekati kondisi hutan sekunder. Di hutan karet rakyat di Kecamatan Rantau Pandan ditemukan 92 spesies pohon, 97 liana, dan 28 epifit, sedangkan di hutan primer masing-masing 171, 89, dan 63 spesies (Michon dan de Foresta, 1995). Sistem wanatani karet di Bungo itu sangat unik. Meski produktivitas getahnya rendah, namun sistem tersebut justru melindungi banyak flora dan fauna. Itu sebabnya sistem wanatani dipandang sebagai sebuah pilihan yang paling cocok bagi petani, karena sistem bercocok tanam karet yang telah turun-temurun menjadi budaya dapat dipertahankan. Sejalan dengan itu, apa yang akan terjadi jika bahan tanam karet, yang menjadi faktor penentu produktivitas, menggunakan jenis karet klonal. ICRAF melalui Smallholder Rubber Agroforestry Project (SRAP) melakukan penelitian on-farm dengan membangun demplot berbagai sistem Rubber Agroforestry System (RAS). Tujuannya, lokasi demplot tersebut dapat menjadi contoh dan tempat belajar budidaya karet pada sistem wanatani bagi petani, PPL dan proyek pengembangan karet

Related publications