Mata Air Umbulan (MAU) di Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu potensi sumber air bersih yang penting di Jawa Timur. Namun eksploitasi MAU telah menimbulkan dampak yang mengancam kelestariannya. Studi ini secara garis besar bertujuan untuk menganalisis kondisi tapak dengan mengkaji interaksi antara elemen biofisik dan pengguna MAU serta pengaruhnya terhadap perubahan tapak. Hasil yang diperoleh kemudian menjadi pertimbangan dalam penyusunan rekomendasi pengembangan MAU agar nantinya berkelanjutan baik secara ekologis maupun budaya. Analisis elemen biofisik menggunakan metode spasial terhadap aspek kerentanan tata ruang hidrologis, penutupan lahan, serta intensitas aktivitias masyarakat di tapak. Sementara itu pengguna tapak, dalam hal ini penduduk dan pengunjung, dianalisis untuk mengetahui makna tapak bagi pengguna, pengaruh pengguna terhadap tapak, serta harapan mereka. Untuk itu dilakukan penggalian persepsi terhadap responden yang kemudian dianalisis disecara kualitatif dengan pendekatan Cultural Value Model. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan semakin meningkatnya intervensi pengguna ke MAU seiring berjalannya waktu telah berdampak pada ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dalam tapak untuk aktivitas. Berbagai aktivitas pengguna pada umumnya dilakukan dekat dengan sumber mata air yang merupakan area dengan kerentanan tinggi secara hidrologis. Analisis persepsi responden pengguna menunjukkan bahwa penduduk dan pengunjung memandang tapak dari sudut pandang berbeda disebabkan karena faktor kepentingan dan keterikatannya dengan tapak (people-place bonding). Motif sosial ekonomi, yaitu sumber pendapatan, akses air bersih dan rekreasi, nampaknya berpengaruh terhadap fenomena ketidaksesuaian penggunaan ruang di MAU. Persepsi para responden secara garis besar mencakup issue pemanfaatan tapak untuk penggunaan air dan ruang, pengembangan infrastruktur, pembangunan tidak merata yang mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi setempat, pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan yang tidak optimal, penurunan kualitas lingkungan tapak dan harapan pembangunan MAU. Penggalian persepsi tersebut berkontribusi terhadap kronologi transformasi tapak, dimana MAU mengalami perubahan signifikan saat pertama kali dibuka sekitar tahun 1917, dan di masa transisi pemerintahan Orde Baru-Reformasi sekitar tahun 1998. Berdasarkan hasil analisis elemen biofisik dan persepsi, maka agar tapak berkelanjutan pengembangannya perlu memperhatikan penetapan fungsi tapak, penataan zonasi, pengembangan ruang dan infrastruktur yang memperhatikan pelestarian karakter lanskap, serta program pengelolaan tapak dengan pelibatan masyarakat.
DOI:
https://doi.org/10.5716/WP17147.PDF
Altmetric score:
Dimensions Citation Count: