CIFOR-ICRAF berfokus pada tantangan-tantangan dan peluang lokal dalam memberikan solusi global untuk hutan, bentang alam, masyarakat, dan Bumi kita

Kami menyediakan bukti-bukti serta solusi untuk mentransformasikan bagaimana lahan dimanfaatkan dan makanan diproduksi: melindungi dan memperbaiki ekosistem, merespons iklim global, malnutrisi, keanekaragaman hayati dan krisis disertifikasi. Ringkasnya, kami berupaya untuk mendukung kehidupan yang lebih baik.

CIFOR-ICRAF menerbitkan lebih dari 750 publikasi setiap tahunnya mengenai agroforestri, hutan dan perubahan iklim, restorasi bentang alam, pemenuhan hak-hak, kebijakan hutan dan masih banyak lagi – juga tersedia dalam berbagai bahasa..

CIFOR-ICRAF berfokus pada tantangan-tantangan dan peluang lokal dalam memberikan solusi global untuk hutan, bentang alam, masyarakat, dan Bumi kita

Kami menyediakan bukti-bukti serta solusi untuk mentransformasikan bagaimana lahan dimanfaatkan dan makanan diproduksi: melindungi dan memperbaiki ekosistem, merespons iklim global, malnutrisi, keanekaragaman hayati dan krisis disertifikasi. Ringkasnya, kami berupaya untuk mendukung kehidupan yang lebih baik.

CIFOR–ICRAF publishes over 750 publications every year on agroforestry, forests and climate change, landscape restoration, rights, forest policy and much more – in multiple languages.

CIFOR–ICRAF addresses local challenges and opportunities while providing solutions to global problems for forests, landscapes, people and the planet.

We deliver actionable evidence and solutions to transform how land is used and how food is produced: conserving and restoring ecosystems, responding to the global climate, malnutrition, biodiversity and desertification crises. In short, improving people’s lives.

Liputan media

Liputan media

Sitasi riset dan peneliti CIFOR-ICRAF digunakan sebagai sumber berita global sekitar 3.000 kali setiap tahun. Arsip berita (link).

Sejauh mana pembayaran REDD+ menguntungkan masyarakat lokal?

Photo by Ulet Ifansasti/CIFOR-ICRAF
Pemandangan hutan hujan primer di desa Honitetu, Kabupaten Seram Barat, provinsi Maluku, Indonesia pada 23 Agustus 2017.
Program Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) sudah berlangsung hampir 20 tahun. Program ini sudah terlaksana di lebih dari 65 negara termasuk di negara pemilik hutan tropis besar seperti Indonesia, Kongo, dan Brasil.

Melalui REDD+, masyarakat yang melindungi hutan dapat menerima pembayaran, biasanya dari negara-negara maju. Tujuannya adalah membuat usaha masyarakat melindungi hutan lebih bernilai ekonomi dibandingkan menghancurkannya.

Nilai seluruh program REDD+ sejauh ini sudah menyentuh US$2,9 miliar atau sekitar Rp44,1 triliun.

Agar lebih berkesetaraan, pembagian keuntungan program REDD+ harus mempertimbangkan bermacam-macam faktor seperti siapa yang menerima dana dan cara pembagiannya.

Walau begitu, pembagian keuntungan REDD+ yang terbatas ini tidaklah mudah. Mengapa begitu? Bagaimana memperbaikinya?
Read more on The Conversation