Karakteristik budaya, sosial, dan mata pencaharian: identifikasi prioritas sosial-ekonomi dan lingkungan
Program-program REDD+ akan berhasil jika disesuaikan untuk memaksimalkan penerimaan dan dukungan masyarakat.
Pendukung proyek REDD+ harus mempertimbangkan budaya, karakteristik sosial, dan mata pencarian serta prioritas masyarakat yang terlibat, serta menyesuaikan pendekatan mereka untuk mempromosikan manfaat REDD+. Penerima manfaat dan pendukung diharuskan menemukan keseimbangan antara tuntutan sosial-ekonomi dan lingkungan, karena itu, mereka perlu mengidentifikasi manfaat utama untuk diprioritaskan sesuai karakteristik masyarakat. Hal ini akan meningkatkan pemahaman akan program dan motivasi untuk berpartisipasi dalam skema, dan dengan demikian mendukung keberhasilan program.
Studi mengenai program PFES Vietnam di tingkat masyarakat mengungkapkan bahwa tingkat kepercayaan pada pihak berwenang dan interpretasi lokal tentang kesetaraan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap preferensi bagaimana manfaat PFES harus didistribusikan. Jika tingkat kepercayaan rendah, penduduk desa menganggap pembayaran tunai langsung yang dibagi rata di antara semua partisipan sebagai yang paling adil meskipun pembayarannya kemungkinan kecil. Sebaliknya, di mana ada kepercayaan, penduduk desa lebih cenderung mengekspresikan preferensi untuk manfaat tambahan seperti infrastruktur lokal dan layanan sosial[1]. Konteks masyarakat yang berbeda dapat membentuk preferensi yang berbeda di antara penduduk desa sehingga proyek REDD+ harus disesuaikan untuk memaksimalkan penerimaan program.
Sebuah studi di Nepal menyoroti pentingnya mengenali dan mengidentifikasi masyarakat yang akan membutuhkan lebih banyak dukungan daripada yang lainnya agar progam berhasil. Di Nepal, menempatkan hutan di bawah kendali masyarakat telah mengurangi deforestasi dan kemiskinan sekaligus berkontribusi pada hasil lingkungan dan sosial-ekonomi yang positif[2].
Ketika sistem kehutanan masyarakat telah menghasilkan dampak positif, seperti penguasaan yang lebih besar atas sumber daya hutan mereka, peningkatan mata pencaharian dan ketahanan iklim, dampaknya lebih lemah di daerah dengan tingkat kemiskinan yang lebih tinggi. Untuk masyarakat yang lebih miskin kebutuhan ekonomi dan mata pecaharian lebih mendesak sehingga mereka tidak mampu memperhatikan lingkungan dan dan pencegahan degradasi hutan dan deforestasi. Masyarakat ini mungkin memerlukan dukungan tambahan untuk meminimalkan biaya peluang yang mereka hadapi dalam mendukung perlindungan hutan[3].
Sebuah studi yang membandingkan rezim pengelolaan hutan berbasis swasta, negara dan masyarakat di Kalimantan, Indonesia menyoroti pentingnya mengadopsi pendekatan yang berbeda dalam mempromosikan REDD+, tergantung pada rezim hutan. Studi ini membandingkan mereka yang tinggal di rezim pengelolaan hutan yang berbeda dan menemukan perbedaan dalam persepsi manfaat REDD+. Responden di rezim swasta dan pemerintah merasakan manfaat ekonomi yang lebih tinggi sedangkan responden di rezim penguasaan oleh masyarakat, manfaat lingkungan dirasakan yang lebih tinggi daripada rezim lainnya. Karena masyarakat berbeda akan berbeda dalam jenis manfaat yang mereka prioritaskan dan cari, proyek REDD+ harus disesuaikan dengan mempertimbangkan secara hati-hati rezim hutan yang ada[4]. Memastikan bahwa program selaras dengan prioritas masyarakat meningkatkan kemungkinan bahwa kompensasi dianggap sebagai hal yang adil dan lebih termotivasi untuk berpartisipasi dalam program.
[2]Oldekop, J.A., Sims, K.R.E., Karna, B.K., Whittingham, M.J., Agrawal, A., 2019. Reductions in deforestation and poverty from decentralized forest management in Nepal. Nat Sustain 2, 421–428.
[3]Haupt, F., Manirajah, M., Conway, D., Duchelle, A., Matson, E., Peteru, S., Pham, T.T., 2021. Taking stock of national climate action for forests: 2021 NYDF Assessment report
[4]Rakatama, A., Iftekhar, M.S., Pandit, R., 2020. Perceived benefits and costs of REDD+ projects under different forest management regimes in Indonesia. Climate and Development 12, 481–493.