Menakar Upaya Restorasi Gambut dan Pencegahan Karhutla

Lokakarya dan dialog kebijakan menandai penutupan proyek riset bersama sejak tahun 2021 hasilkan tiga pembelajaran kunci

Lokakarya penutupan proyek dan dialog kebijakan di Pekanbaru, Riau. Foto oleh: Fajrin Hanafi/CIFOR-ICRAF

Penutupan proyek riset bersama Center for International Forestry Research dan World Agroforestry (CIFOR-ICRAF), Pemerintah Provinsi Riau, Pusat Studi Bencana Universitas Riau (PSB UNRI), dan Sedagho Siak ditandai dengan pelaksanaan lokakarya dan dialog kebijakan dalam rangka mendiseminasikan hasil dari Riset Aksi Partisipatif (RAP) upaya pencegahan kebakaran dan restorasi gambut berbasis masyarakat.

Dalam lokakarya dan dialog kebijakan yang diselenggarakan oleh di Kota Pekanbaru, Riau, 8 Juni 2023 lalu ini, didiskusikan perkembangan dan pembelajaran di tingkat tapak, termasuk tiga pembelajaran kunci yang didapatkan dari riset CIFOF-ICRAF di Siak yang telah dilaksanakan sejak tahun 2021.

“Terdapat tiga pembelajaran yang kami dapatkan. Pertama adalah aksi-aksi di lapangan, kita ingin menggabungkan upaya restorasi gambut dan pengembangan bisnis,” kata Herry Purnomo, Ilmuwan Utama dan Indonesia Country Director CIFOR-ICRAF dan Guru Besar IPB University dalam sambutannya.

Ilmuwan Utama dan Indonesia Country Director CIFOR-ICRAF dan Guru Besar IPB University, Herry Purnomo dalam Lokakarya Penutupan Proyek dan Dialog Kebijakan. Foto oleh: Fajrin Hanafi/CIFOR-ICRAF

“Pembelajaran yang kedua yaitu toolbox atau perangkat dalam upaya restorasi gambut dan pencegahan karhutla (kebakaran hutan dan lahan). Pembelajaran ketiga yaitu kita melaksanakan dialog pada level desa, kecamatan, kabupaten, dan provinsi,” paparnya.

Setelah pembukaan, peneliti Senior CIFOR-ICRAF, Beni Okarda memulai sesi paparan dan diskusi dengan menyampaikan topik perluasan upaya pencegahan karhutla, restorasi gambut, dan pengembangan model bisnis berbasis masyarakat.  Sejumlah arena aksi yang dilaksanakan di Kampung Ara Permai dan Kampung Penyengat, Kabupaten Siak, Provinsi Riau yang di masing-masing lokasi dikelola oleh kelompok-kelompok masyarakat melalui pengembangan wanatani dan ekowisata

“Di Kampung Ara Permai, pengaplikasian sistem wanatani diupayakan melalui penanaman jenis geronggang, nanas, jahe, kelapa hibrida, matoa, kopi liberika, karet, dan budi daya ikan gabus. Sementara di Kampung Penyengat, arena aksi untuk pengembangan wanatani yang dikelola oleh masyarakat mengupayakan penanaman jenis matoa, kelengkeng, kelapa hibrida, pisang, rambutan, dan pinang,” paparnya.

Dwiyana, Penyuluh Lingkungan Hidup dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau menyampaikan tentang konsep Riau Hijau dan pencegahan karhutla serta restorasi gambut. Dalam paparannya disampaikan kebijakan-kebijakan Provinsi Riau dalam pengelolaan gambut, kondisi terkini upaya pencegahan dan pengendalian karhutla di Provinsi Riau, serta kontribusi masyarakat dalam pencegahan karhutla.

Sesi paparan pada lokakarya penutupan proyek dan dialog kebijakan di Pekanbaru, Riau. Foto oleh: Fajrin Hanafi/CIFOR-ICRAF
Sesi paparan pada lokakarya penutupan proyek dan dialog kebijakan di Pekanbaru, Riau. Foto oleh: Fajrin Hanafi/CIFOR-ICRAF

Eko Rahdippa, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Riau memaparkan tentang pencegahan karhutla di tingkat provinsi dan daerah. “Provinsi Riau telah menetapkan status siaga darurat karhutla melalui Keputusan Gubernur Riau Nomor KPTS.191/ii/2023 tanggal 13 Februari 2023,” jelas Eko Rahdippa. “Kami membentuk Satuan Tugas Pengendalian Karhutla sebagai tindak lanjut dari keputusan tersebut.”

Dalam paparannya, Rahdippa turut menyampaikan arahan dan langkah-langkah dari Pemerintah Provinsi Riau dalam mengupayakan pencegahan karhutla melalui deteksi dini serta pengecekan lapangan titik hotspot dan penanganan secara cepat dan tepat.

“Penyiagaan seluruh sumber daya baik personel, sumber daya manusia, maupun sarana dan prasarana seperti alat berat, mesin pompa pemadam, kendaraan operasional, sekat kanal, embung, dan menara pemantau api terus dioptimalkan,” tambah Eko Rahdippa. “Sarana dan prasarana tersebut dipastikan berfungsi dengan baik untuk pencegahan dan penanggulangan karhutla.”

Dialog kebijakan

Lokakarya kemudian dilanjutkan dengan sesi dialog kebijakan dimoderatori oleh Peneliti CIFOR-ICRAF, Dyah Puspitaloka yang menghadirkan perwakilan dari Tim Riset CIFOR-ICRAF, Jikalahari, Tim Restorasi Gambut Daerah Provinsi Riau, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau, dan sektor swasta yang diwakili oleh GAPKI dan APHI Riau.

Sesi dialog kebijakan pada Lokakarya Penutupan Proyek dan Dialog Kebijakan. Foto oleh: Fajrin Hanafi/CIFOR-ICRAF

Pada sesi dialog kebijakan, disampaikan beberapa pertanyaan kunci yang bertujuan untuk menjelajahi upaya pencegahan karhutla, model bisnis hijau untuk restorasi gambut di tingkat tapak, koordinasi peran dan kontribusi para pihak melalui kerangka kebijakan, serta memperluas small wins dan upaya yang ada.

Untuk pencegahan karhutla di masa depan, para pihak telah melakukan sejumlah upaya yang signifikan. Salah satu pendekatan yang diambil adalah melibatkan masyakarat secara aktif dalam upaya pencegahan kebakaran. Dengan melibatkan masyarakat, upaya yang dilakukan akan memiliki dampak jangka panjang dan berkelanjutan.

Perkembangan dari upaya ini juga sangat penting untuk dievaluasi. Melalui dialog kebijakan yang telah dilaksanakan, para peserta membagikan informasi tentang upaya yang telah dilakukan dan melihat dampak yang dicapai. Dengan mempelajari pengalaman dari berbagai pihak, dapat diperoleh pemahaman yang lebih baik tentang strategi yang efektif dan dapat diterapkan di masa depan. Keberhasilan dalam mengurangi risiko karhutla dan upaya restorasi gambut akan menjadi indikator keberhasilan.

Model bisnis hijau

Dalam upaya mengembangkan model bisnis hijau untuk restorasi gambut di tingkat tapak, kerja sama dan kemitraan berbagai pihak menjadi sangat penting. Model bisnis hijau harus mencakup aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Perlu dilakukan penilaian menyeluruh tentang potensi ekonomi dari restorasi gambut. Dalam hal ini, peluang bisnis yang berkelanjutan dan berdampak positif terhadap lingkungan perlu diidentifikasi dan dikembangkan.

Keterlibatan masyarakat juga menjadi faktor kunci dalam pengembangan model bisnis hijau. Masyarakat harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, pelatihan, dan transfer pengetahuan agar masyarakat dapat memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan. Di saat yang sama, model bisnis juga harus memberikan insentif ekonomi bagi masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan restorasi.

Untuk memastikan peran dan kontribusi yang efektif dari berbagai pihak, penting untuk memiliki kerangka kebijakan yang jelas dan terkoordinasi. Kerangka kebijakan harus mencakup berbagai aspek, termasuk regulasi, pendanaan, dan koordinasi antar lembaga. Peran pemerintah juga sangat penting dalam merumuskan kebijakan yang mendukung dan memfasilitasi upaya pencegahan karhutla dan restorasi gambut.

Selain itu, kerjasama dan kemitraan juga harus ditingkatkan. Koordinasi yang baik akan memungkinkan penyeimbangan kepentingan dan pemenuhan tujuan bersama. Dalam dialog kebijakan ini, para peserta saling bertukar pengalaman dan belajar satu sama lain, sehingga dapat membangun kerangka kebijakan yang lebih kuat dan terkoordinasi.

Perluasan upaya

Small wins dan upaya dalam pencegahan karhutla dan restorasi gambut memiliki potensi untuk dapat diperluas dan menjadi contoh bagi wilayah lain yang menghadapi tantangan serupa.  Pendekatan partisipatif juga dapat digunakan untuk mengembangkan program yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Pelibatan masyarakat, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta dalam upaya pencegahan karhutla dan restorasi gambut akan memperluas cakupan dan efektivitas program-program yang ada.

Selama lokakarya berlangsung, temuan hasil riset di Kabupaten Siak menggambarkan keberhasilan pendekatan berbasis masyarakat dalam pencegahan karhutla dan restorasi gambut. Riset aksi partisipatif menyoroti pentingnya pengetahuan lokal, keterlibatan, dan kolaborasi dalam pelaksanaan yang berhasil.

Melalui lokakarya penutupan proyek dan dialog kebijakan ini, diharapkan dapat ditemukan solusi yang lebih baik, memperluas small wins yang telah ada, dan membangun kerangka kebijakan yang terkoordinasi.