CIFOR-ICRAF berfokus pada tantangan-tantangan dan peluang lokal dalam memberikan solusi global untuk hutan, bentang alam, masyarakat, dan Bumi kita

Kami menyediakan bukti-bukti serta solusi untuk mentransformasikan bagaimana lahan dimanfaatkan dan makanan diproduksi: melindungi dan memperbaiki ekosistem, merespons iklim global, malnutrisi, keanekaragaman hayati dan krisis disertifikasi. Ringkasnya, kami berupaya untuk mendukung kehidupan yang lebih baik.

CIFOR-ICRAF menerbitkan lebih dari 750 publikasi setiap tahunnya mengenai agroforestri, hutan dan perubahan iklim, restorasi bentang alam, pemenuhan hak-hak, kebijakan hutan dan masih banyak lagi – juga tersedia dalam berbagai bahasa..

CIFOR-ICRAF berfokus pada tantangan-tantangan dan peluang lokal dalam memberikan solusi global untuk hutan, bentang alam, masyarakat, dan Bumi kita

Kami menyediakan bukti-bukti serta solusi untuk mentransformasikan bagaimana lahan dimanfaatkan dan makanan diproduksi: melindungi dan memperbaiki ekosistem, merespons iklim global, malnutrisi, keanekaragaman hayati dan krisis disertifikasi. Ringkasnya, kami berupaya untuk mendukung kehidupan yang lebih baik.

CIFOR–ICRAF publishes over 750 publications every year on agroforestry, forests and climate change, landscape restoration, rights, forest policy and much more – in multiple languages.

CIFOR–ICRAF addresses local challenges and opportunities while providing solutions to global problems for forests, landscapes, people and the planet.

We deliver actionable evidence and solutions to transform how land is used and how food is produced: conserving and restoring ecosystems, responding to the global climate, malnutrition, biodiversity and desertification crises. In short, improving people’s lives.

Moratorium hutan Indonesia: Batu loncatan untuk memperbaiki tata kelola hutan?

Ekspor kutipan

Pada tanggal 20 Mei 2011, Pemerintah Indonesia menerbitkan Instruksi Presiden No. 10/2011 tentang penundaan penerbitan izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut, sebagai bagian dari kerjasama Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Norwegia, berdasarkan Surat Pernyataan Kehendak yang ditandatangani oleh kedua pemerintah pada tanggal 26 Mei 2010. Inpres yang menetapkan moratorium selama dua tahun terhadap izin hak pengusahaan hutan baru tersebut, menimbulkan wacana publik yang luas dan akan mempengaruhi kebijakan publik yang terkait. Makalah ini menganalisis makna moratorium tersebut dalam kerangka penyempurnaan tata kelola hutan di Indonesia. Moratorium terhadap izin hak pengusahaan hutan baru di kawasan hutan merupakan langkah penting dalam memenuhi komitmen sukarela Indonesia untuk mengurangi emisi. Namun demikian, beberapa persoalan belum tuntas mengenai luas dan status lahan yang tercakup dalam moratorium, serta jumlah karbon yang tersimpan di hutan dan lahan gambut yang dimaksud. Moratorium semestinya dilihat sebagai alat, bukan tujuan, guna menetapkan keadaan yang memungkinkan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, menyempurnakan tata kelola hutan dan lahan gambut. Ketika mekanisme global seperti REDD+ sedang direncanakan, moratorium dapat membuka jalan bagi keberhasilan pembaruan kebijakan yang jauh melampaui masa berlakunya yang hanya dua tahun.
Download:

DOI:
https://doi.org/10.17528/cifor/003631
Skor altmetrik:
Jumlah Kutipan Dimensi:

Publikasi terkait