CIFOR-ICRAF berfokus pada tantangan-tantangan dan peluang lokal dalam memberikan solusi global untuk hutan, bentang alam, masyarakat, dan Bumi kita

Kami menyediakan bukti-bukti serta solusi untuk mentransformasikan bagaimana lahan dimanfaatkan dan makanan diproduksi: melindungi dan memperbaiki ekosistem, merespons iklim global, malnutrisi, keanekaragaman hayati dan krisis disertifikasi. Ringkasnya, kami berupaya untuk mendukung kehidupan yang lebih baik.

CIFOR-ICRAF menerbitkan lebih dari 750 publikasi setiap tahunnya mengenai agroforestri, hutan dan perubahan iklim, restorasi bentang alam, pemenuhan hak-hak, kebijakan hutan dan masih banyak lagi – juga tersedia dalam berbagai bahasa..

CIFOR-ICRAF berfokus pada tantangan-tantangan dan peluang lokal dalam memberikan solusi global untuk hutan, bentang alam, masyarakat, dan Bumi kita

Kami menyediakan bukti-bukti serta solusi untuk mentransformasikan bagaimana lahan dimanfaatkan dan makanan diproduksi: melindungi dan memperbaiki ekosistem, merespons iklim global, malnutrisi, keanekaragaman hayati dan krisis disertifikasi. Ringkasnya, kami berupaya untuk mendukung kehidupan yang lebih baik.

CIFOR–ICRAF publishes over 750 publications every year on agroforestry, forests and climate change, landscape restoration, rights, forest policy and much more – in multiple languages.

CIFOR–ICRAF addresses local challenges and opportunities while providing solutions to global problems for forests, landscapes, people and the planet.

We deliver actionable evidence and solutions to transform how land is used and how food is produced: conserving and restoring ecosystems, responding to the global climate, malnutrition, biodiversity and desertification crises. In short, improving people’s lives.

Pengelolaan Kakao Berkelanjutan untuk Kesejahteraan Pekebun Rakyat dan Pelestarian Lingkungan di Indonesia

Ekspor kutipan

Rencana strategis Kementerian Pertanian berikut kebijakan lain yang mengatur produksi hingga peredaran kakao Indonesia mengusung prinsip keberlanjutan. Penerapan prinsip hingga indikator keberlanjutan, terutama di Luwu Utara sebagai wilayah penghasil kakao, menemui hambatan, antara lain, permasalah di tingkat pekebun yang solusinya tidak ditawarkan oleh sertifikasi kakao berkelanjutan (SKB), lemahnya dukungan pemerintah sebagai pemungkin penerapan SKB, dan bukti manfaat SKB yang belum mencapai tingkat pekebun. Demikian pula dengan rantai pasok kakao Indonesia, pertanyaan yang muncul adalah apakah penerapan prinsip keberlanjutan bisa menghijaukan rantai pasok kakao di Indonesia.

Publikasi terkait